sedikit celah;

sedikit celah; layaknya jendela untuk kau lebih jauh mengenalku...

Selasa, 06 Oktober 2009

KEPERKASAAN ALLAH -GEMPA PADANG 30 SEPTEMBER 2009

KEPERKASAAN ALLAH

GEMPA PADANG Rabu, 30 September 2009

(by: Evidanika Nifa Mertia)

Tentu kita masih ingat kejadian gempa yang melanda Padang. Gempa berkekuatan 7,6 Skala Richter meluluhlantakkan ranah Minang. Sampai H+2 ulasan-ulasan di televisi melulu mengenai tinjauan secara ilmiah. Penjelasan singkat dari Kepala Badan Geologi Departemen ESDM bahwa sebab utama terjadinya gempa ialah akibat tumbukan lempeng Hindia dan Asia. Lempeng tektonik Samudera Hindia menghujam di bawah lempeng Asia yang berada di Sumatra. Energi yang dilepaskan itu mengakibatkan gempa. MasyaAllah. Namun kita sendiri tidak menyadari ada apa di balik gempa itu, kenapa terjadi, siapa yang membuat dan menciptakan gempa itu? Meskipun secara ilmiah telah ada alat pendeteksi gempa, tapi apakah manusia mampu memprediksi kapan akan terjadi gempa? Nanti 5 menit lagi, 10 menit, 1jam lagi mungkin?

Ya, karena terjadinya gempa itu adalah kehendak Allah SWT. Allah yang telah menggerakkan lempengan itu hingga bertumbukan. Allah telah mengizinkan semua itu terjadi. Semua telah ada dalam Alqur’an yang pada akhirnya baru setelahnya dibuktikan lewat penelitian-penelitian ilmiah tersebut. Subhanallah.

Berikut ini adalah keperkasaan Allah melalui gempa yang telah termaktub dalam ayat-ayat-Nya. Ohya ini penulis dapatkan saat kajian tafsir yang diisi oleh Drs.Charis Muanis:

1. Gempa Padang pertama Pukul 17:16-(AlQur’an Surat 17: Ayat16)- Al Isra’:16

“dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya Berlaku terhadapnya Perkataan (ketentuan kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.”

2. Gempa Padang keduaPukul 17:58- (Alqur’an Surat 17: Ayat 58)- Al Isra’: 58

“tak ada suatu negeripun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuzh).”

3. Tanggal 30 bulan September (QS.30: 9)- Arrum: 9

“dan Apakah mereka tidak Mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang sebelum mereka? orang-orang itu adalah lebihkuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan. dan telah datang kepada mereka Rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak Berlaku zalim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang Berlaku zalim kepada diri sendiri.”

4. Gempa di Jambi Pukul 08:52 (Q.S. 8: 52) Al Anfal : 52

“(keadaan mereka) serupa dengan Keadaan Fir'aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang yang sebelumnya. mereka mengingkari ayat-ayat Allah, Maka Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosanya. Sesungguhnya Allah Maha kuat lagi Amat keras siksaan-Nya.”

5. Gempa di Tasikmalaya Pukul 15:04 (Q.S 15: 4) Al Hijr : 4

“dan Kami tiada membinasakan sesuatu negeripun, melainkan ada baginya ketentuan masa yang telah ditetapkan.”

6. Gempa di Manokwari Pukul 10:36 (QS 10: 36) Yunus: 36

”dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan.”

Manokwari dijadikan sebagai ’negara Injil’. Daerah yang penuh dengan warga nasrani. Pendeta-pendeta dan penduduk di Manokwari mengagungkan aqidahnya yang disangka benar.Pada akhirnya aturan-aturan nasrani konon akan dijadikan dan dimasukkan ke dalam perda di Manokwari. Padahal dalam Alqur’an pun telah sangat jelas bahwa Agama yang paling benar di sisi Allah hanyalah Islam. Kebanyakan mereka tak mendengar dan tidak mengikuti, kecuali persangkaan saja. Subhanallah, cocok sekali dengan Yunus ayat 36 tersebut.

MUSIBAH DALAM STRATA MANUSIA MENURUT ALQUR’AN

Banyak sekali dalil-dalil dalam alqur'an yang menyatakan bahwa siapa saja tidak dibiarkan untuk diuji. sedangkan ujian itu macam-macam. Diantaranya adalah limpahan nikmat dan musibah. Ujian yg berat justru ujian yg berkaitan dg kenikmatan. Saya tdk menghakimi tentang peristiwa tsunami Aceh dan gempa Padang.

Secara hukum umum ada 4 strata manusia:

1. Posisi manusia yang pertama ditempati oleh manusia yang beriman. Orang-orang yang beriman perbuatannya didominasi oleh kebaikan-kebaikan, sesuai dengan syariat. Orang yang demikian jika mendapatkan musibah maka tarafnya ialah sebagai UJIAN. Apabila ia meninggal dalam musibah itu ia pasti masuk surga. Apabila ia diberi hidup dalam musibah itu maka hidup orang itu ialah sebagai ujian. Logikanya, yang namanya ujian misalnya ujian semester pasti ialah untuk kenaikan level yang lebih tinggi. Begitu halnya ujian dalam musibah ini.

2. Posisi manusia kedua ditempati oleh manusia yang setengah-setengah. Orang-orang tersebut melakukan sholat, zakat, puasa, dan syariat lain tetapi ia juga mau mabuk-mabukan, membiarkan kedzoliman, tidak ada amal makruf nahi munkar, acuh tak acuh terhadap kebaikan. Orang yang demikian jika mendapatkan musibah maka tarafnya adalah sebagai PERINGATAN. Apabila ia mati ia belum tentu masuk surga. Sedangkan apabila Allah masih menghendaki orang itu hidup maka hidupnya pun sebagai peringatan.Peringatan untuk bertaubat atas segala perbuatan jahat dan maksiatnya, peringatan untuk mendominasi ibadahnya.

3. Posisi manusia ketiga ditempati oleh orang yang mendominasi perbuatannya dengan keburukan dan kejahatan. Kalau orang ini mendapatkan musibah maka tarafnya adalah sebagai HUKUMAN/SIKSAAN. Orang ini kalau mati banyak jalannya ke neraka. Kalau hidup sebagai siksaan

4. Posisi keempat ialah buruk, sama dengan manusia posisi tiga tetapi tidak ada musibah. Namanya ISTIDROJ. Hanya dilulu Allah (dalam bahasa Jawa) . Dibiarkan tanpa peringatan (musibah) .

Bagaimana dengan Aceh? Padang? Dua-duanya ini lebih baik dari daerah-daerah lain. Ditinjau dari segi perda banyak yang mendekati syariah. Maka terhadap Aceh dan Padang, Allah menyayangi, mencintai, dalam bentuk musibah. Nah, dimanakah level manusia di Padang ini? Ada yang posisi 1,2,3 di atas.

Allah pada dasarnya menginginkan iman, Allah menunjukkan pada manusia lewat Alqur’an. Tetapi apa yang terjadi di masyarakat? Masyarakat malah menolak iman, menolak petunjuk, mendustakan nabi, acuh tak acuh terhadap kebenaran, kemurtadan, berleha-leha dalam kekayaan, membiarkan kedzoliman. Kondisi masyarakt demikian berarti tidak memilih petunjuk Allah. Padahal Allah memberi petunjuk, memerintahkan. Maka muncul masyarakat hedonis. Amal makruf nahi munkar tidak jalan, membiarkan pemurtadan, acuh tak acuh, dll. Pada akhirnya masyarakat didominasi oleh masyarakat hedonis seperti ini. Kalau dominan muncul tatanan masyarakat yang rusak. Sehingga muncul ketidakadilan, kecemburuan, persaingan tidak sehat, semua itu memunculkan kerusakan tatanan dalam berbagai level kehidupan. Kerusakan dalam hal Undang-undang (UU), tatanan, perda, adat, dll. Inilah yang dinamakan KERUSAKAN.

Bagaimana Fenomena di Ranah Padang?

Kejadian gempa padang tersebut membuat penulis membuka kembali tulisan tahun 1999 oleh Ketua MUI Sumbar, Prof.Dr.Amir Syarifuddin mengenai “Pemurtadan dalam Lingkungan Adat Basandi Syara”. Ternyata satu dasawarsa lalu telah ada peringatan dari tokoh MUI tentang peristiwa pemurtadan yang terjadi di ranah Minang.

Menurut Prof. Dr. Amir Syarifuddin (Ketua MUI Sumbar, 1999) bahwa dalam kehidupan masyarakat Minangkabau ada dua hal yang menyatu (tidak bisa dipisahkan), dibuang salah satu diantaranya, apalagi menghilangkan keduanya sekaligus yaitu adat dan agama. Seburuk-buruknya orang minang tidak akan mau dikatakan sebagai orang tidak beradat atau orang tidak beragama. Hal itu menunjukkan orang Minang dari dulunya telah menyepakati dua hal tersebut menjadi syarat untuk disebut sebagai orang Minang. Kedekatan adat dengan agama bagi masyarakat Minangkabau sering diibaratkan dengan pepatah: ”Ibarat aua jo tebiang, sanda menyanda kaduonyo”. Tebing akan kuat tertahan dari kelongsorannya karena ditopang oleh aur, sedangkan aur menjadi kuat tegaknya karena ditumpu oleh tebing. Fungsi keduanya dalam adat dijelaskan dalam pepatah syara ’mangato adat mamakai”, sedangkan hakikat adat itu sendiri dijelaskan dalam pepatah: adat basandi syara’ dan syara’ basandi kitabullah”. Terlepas dari kontroversi pendapat apakah pepatah itu hanya slogan atau harapan atau kenyataan yang jelas orang Minangkabau beradat (yaitu adat Minangkabau) dan beragama (yaitu Islam).

Dalam suatu kesepakatan pemuka adat dan agama yang diadakan pada tahun 1952 diperjelas status orang Minang dari segi asal usul keturunan dan dari segi agama yang dianut dengan sebutan: ”Berasal dari puncak gunung merapi dan berkiblat ke Masjidil Haram”. Kesepakatan ini mempertegas status orang Minang orang disamping asal-usulnya, ialah beragama Islam.

Akhir-akhir ini terbetik berita ada orang Minang yang telah masuk agama nasrani. Baik kristen maupun Katholik. Berita ini cukup menghebohkan masyarakat Minang, baik yang di rumah maupun yang di perantauan, dan menjadikan mereka seperti kebakaran jenggot. Apakah yang diberitakan itu fakta atau isu. Bahwa telah ada orang Minang yang Murtad dari agamanya adalah fakta, tetapi jumlah sudah begitu banyak dan mencapai tiga digit adalah isu yang perlu diteliti kebenarannya. Kekagetan orang Minang atas fakta dan berita itu karena selama ini terlalu percaya diri bahwa orang Minang beradat, dan sepanjang ia beradat, tidak mungkin keluar dari agama yang dianutnya. Orang yang menganut agama selain Islam, ia bukan hanya dikatakan tidak beragama tetapi juga sekaligus dikatakan ia tidak beradat (Minang). Oleh karena itu menurut anggapan orang Minang sangat mustahil orang Minang keluar dari agama Islam.

Setidaknya ada tiga atau penyebab terjadinya murtad yang merupakan pertanda dari hilangnya ketahanan adat dan agama itu. Ketiga sebab tersebut yakni:

Pertama, orang Minang akhir-akhirnya ini terlihat begitu ’cayah’ dalam bergama secara umum dan terhadap kemurtadan secara khusus. Cayah di sini diartikan tidak begitu peduli atau tidak begitu ngeri menghadapi pindah agama itu atau sudah menganggap biasa hal tersebut. Bagi orang Minang dahulu sebagaimana dirasakan sewaktu kecil dulu, begitu ngeri mendengar akan berganti agama. Menyebut kata gereja, dibaptis masuk kristen dan yang sederajat dengan itu dirasakan begitu asing dan menakutkan. Orang tua menjelaskan kepada anak-anaknya, guru menyampaikan kepada murid-muridnya, nenek dan kakek bercerita kepada cucunya menjelang tidur, para penceramah dan ustad-ustad menjelaskan kepada para jamaahnya begitu besar dosa yang akan diterima oleh orang yang murtad. Belakang ini hal-hal yang mempertakuti orang pindah agama itu sudah mulai kurang kedengaran.

Kedua, selama ini keterpaduan adat dan agama begitu dirasakan. Syara’ mengato adat mamakai dapat dirasakan dalam pengenaan sanksi adat terhadap anak kemenakan yang melakukan pelanggaran terhadap ajaran agama. Sanksi adat yang ditimpakan oleh pemuka adat terhadap anak kemenakan yang melakukan perbuatan maksiat sering dirasakan berat dan menakutkan dibandingkan dengan sanksi pidana yang ditimpakan pengadilan. Pezina digunduli, barang yang dicuri dikalungkan di leher pencuri kemudian diarak keliling kampung, orang murtad dibuang sepanjang adat. Hal-hal ini sangat terkesan di hadapan anak kemenakan. Cara-cara seperti ini tidak pernah kedengaran lagi dilakukan oleh para pemuka adat meskipun pemuka agama tetap menyatakan bahwa yang demikian suatu dosa yang harus dijauhi. Dapat dikatakan bahwa syara’ tidak dipakai lagi oleh adat. Akibatnya segala bentuk perbuatan maksiat dan munkar kelihatannya telah merajalela di lingkungan masyarakat beradat dan beragama sebagaimana yang berlaku di luar minangkabau.

Ketiga, selama ini kita selalu optimis dan berpuas diri bahwa orang Minang itu beragama Islam dan tidak ada orang Minang yang tidak Islam. Dalam situasi berpuas diri itu kita menyadari bahwa arus kristenisasi global telah berlangsung meskipun lambat namun meyakinkan, secara khusus telah memasuki alam Minangkabau dari berbagai jalur seperti pendidikan, kesehatan, bantuan kemanusiaan, dsbg. Akhir-akhir ini kita begitu lengah. Walaupun kita tahu arus kristenisasi akan berlangsung, namun kita menyangka bahwa itu masih jauh dan oleh karenanya belum diambil tindakan berhati-hati.

Masya Allah semoga kita bisa mengambil hikmah dari peristiwa gempa ini. Maha benar Allah dalam segala firman-Nya.


________________


Curiculum Vittae Narasumber


Nama : Drs. Charis Muanis
TTL : Boyolali, 6 September 1960
Alamat : Kantor DEPAG Kota Surakarta


Pendidikan:
KMI Pondok Modern Gontor Ponorogo
IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Fak.Adab Jur.Sastra Arab

Riwayat Pekerjaan:
Guru SMA Muh 3 Boyolali (1980-1990)
Ustadz PPMI Assalam Surakarta (Bhs.Arab, balaghoh, kitab kuning) th 1997-2005
Guru & pengasuh pondok Hadil Iman MAPK Surakarta (1997-2005)
Dosen IIM Ska (1999-2001)
Dosen Akbid IIM Ska (2001-2003)
Ustadz Ma’had Ali PP Ta’mirul Islam (2006-2008)
Dosen Akper PKU & AKBID Muh Surakarta (1995-sekarang)
Seksi Penerangan Agama Islam Departemen Agama Kota Surakarta


Tidak ada komentar: