sedikit celah;

sedikit celah; layaknya jendela untuk kau lebih jauh mengenalku...

Kamis, 22 Oktober 2009

GANGGUAN BERBICARA PSIKOGENIK

Assalamu’alaikum, guys…

Uhm, yg mendorong Nif memposting tulisan ini yi ketika Nif liat trus ngebaca gaya bahasa di SMS atau status facebook teman, seperti:

“Caya cakit peyut”

“Caya cedang macuk angin. Hufh, pucciiing beud”

Truz ada lagi yang ‘latah’ namun malah jadi kek ‘trend’ getoo.

Wahhh padahal hal2 tsb di atas masuk dalam gangguan berbicara psikogenik. Ini yang ‘ngendiko’ Bapak Sidharta (1989) locht. Nah lo!??.

KEyh, langsung ajjah. Pengen taw lebih jauhhh (cyehh jauhh, emg mpe Arab yea?) kita simak yuuuukkkk…

Ini niy pernah aku baca di buku Psikolinguistik. So, mu bagi2 gitu...sama kalian. Semoga bermanfaat.

GANGGUAN BERBICARA PSIKOGENIK

Gangguan berbicara psikogenik ini sebenarnya tidak bisa disebut sebagai gangguan berbicara. Mungkin lebih tepatnya disebut sebagai variasi cara berbicara yang normal, tetapi yang merupakan ungkapan dari gangguan di bidang mental. Modalitas mental yang tertangkap oleh cara berbicara sebagian besar ditentukan oleh nada, intonasi, dan intensitas suara, lafal, dan pilihan kata. Ujaran yang berirama lancar ataw tersendat-sendat dapat juga mencerminkan sikap mental si pembicara.

Gangguan psikogenik ini antara lain:

  1. Berbicara manja

Taw ndiri lahh kenapa disebut berbicara manja. Yups, karena cara bicaranya kek anak2. Jadi ada kesan anak (orang) yang melakukannya meminta perhatian untuk dimanja. Umpamanya, kanak-kanak yang baru terjatuh, terluka, atau mendapat kecelakaan, terdengar adanya perubahan pada cara berbicaranya. Fonem bunyi [s] dilafalkan menjadi [c] sehingga kalimat ”Saya sakit, jadi tidak suka makan, sudah saja ya” akan diucapkan menjadi ”Caya cakit, tidak cuka makan, cudah aja ya”. Dengan berbicara demikian dia mengungkapkan keinginan untuk dimanja. Gejala seperti ini kita dapati juga pada orangtua pikun atau jompo (biasanya wanita).

  1. Berbicara kemayu

Berbicara kemayu berkaitan dengan perangai kewanitaan yang berlebihan. Jika seorang pria bersifat atau bertingkah laku kemayu jelas sekali gambaran yang dimaksudkan oleh istilah tersebut. Berbicara kemayu dicirikan oleh gerak bibir dan lidah yang menonjol atau ekstra lemah gemulai dan ekstra memanjang. Meskipun berbicara seperti ini bukan suatu gangguan ekspresi bahasa, tetapi dapat dipandang sebagai sindom fonologik yang mengungkapkan gangguan identitas kelamin terutama yang dilanda adalah kaum pria.

  1. Berbicara gagap

Gagap adalah berbicara yang kacau karena sering tersendat-sendat, mendadak berhenti, lalu mengulang-ulang suku kata pertama, kata-kata berikutnya, dan setelah berhasil mengucapkan kata-kata itu kalimat dapat diselesaikan. Apa yang menyebabkan terjadinya gagap ini masih belum diketahui secara pasti, tetapi hal-hal berikut dianggap mempunyai peranan penting penyebab terjadinya gagap.

    1. Faktor stres dalam kehidupan berkeluarga
    2. Pendidikan anak yang dilakukan secara keras dan ketat, dengan membentak-bentak; serta tidak mengizinkan anak berargumentasi dan membantah.
    3. Adanya kerusakan pada belahan otak (hemisfer) yang dominan.
    4. Faktor neurotik famial.
  1. Berbicara latah

Latah sering disamakan dengan ekolalla, yaitu perbuatan membeo, atau menirukan apa yang dikatakan orang lain; tetapi sebenarnya latah adalah suatu sindrom yang terdiri atas curah verbal repetitif yang bersifat jorok (koprolalla) dan gangguan lokomotorik yang dapat dipancing. Koprolalla pada latah ini berorientasi pada alat kelamin laki-laki. Yang sering dihinggapi penyakit latah ini adalah orang perempuan berumur 40 tahun ke atas. Awal mula timbulnya latah ini, menurut mereka yang terserang latah, adalah ketika bermimpi melihat banyak sekali penis lelaki yang sebesar dan sepanjang belut. Latah ini punya korelasi dengan kepribadian histeris. Kelatahan ini merupakan ”excuse” atau alasan untuk dapat berbicara dan bertingkahlaku porno, yang pada hakikatnya berimplikasi invitasi seksual (lihat juga W.F.Maramis, 1998: 416-418)

Source:

Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik: Kajian Teoritik. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya

Tidak ada komentar: